Sejak diadakan reformasi perpajakan tahun
1983, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sistem pemungutan pajak
di Indonesia berubah dari official assessment system menjadi self assessment
system.
Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
Ciri-cirinya :
1.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus,
2.
Wajib Pajak bersifat pasif,
3.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
Official Assessment System diterapkan dalam
hal pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dimana KPP akan mengeluarkan surat
ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang terhutang setiap tahun. Jadi wajib
pajak tidak perlu menghitung sendiri, tapi cukup membayar PBB berdasarkan Surat
Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP dimana tempat objek
pajak tersebut terdaftar.
Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak
yang terutang.
Ciri-cirinya :
1.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak
sendiri,
2.
Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang,
3.
Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Self Assessment System contohnya diterapkan
dalam penyampaian SPT Tahunan PPh (baik untuk Wajib Pajak Badan maupun Wajib
Pajak Orang Pribadi), dan SPT Masa PPN.
With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya :
1. wewenang menentukan besarnya pajak yang
terutang pada pihak ketiga, pihak selain fiskus, dan Wajib Pajak.
With Holding System diterapkan dalam
mekanisme pemotongan/pemungutan sesuai PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal
23, PPh Pasal 26, PPh Final Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15, dan PPN. Sebagai
bukti atas pelunasan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut.
Dalam kasus tertentu ada juga yang berupa Surat Setoran Pajak (SSP).
Bukti-bukti pemotongan ini nanti dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN
dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar