Minggu, 15 April 2012

IDENTIFIKASI KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong-royongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai. Di samping itu, sistem perpajakan yang lama tersebut belum dapat menggerakkan peran dari semua lapisan subyek pajak yang besar peranannya dalam menghasilkan penerimaan dalam negeri yang sangat di perlukan guna mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemerintah menciptakan sistem perpajakan yang baru yaitu dengan lahirnya Undang-undang perpajakan baru.
            Sejalan dengan perkembangan yang ada, disadari banyak masalah yang ternyata tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada sehingga menuntut perlunya penyempurnaan terhadap undang-undang perpajakan tersebut. Dengan alasan tersebut maka pada akhir tahun 1994 pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 9, 10, 11, dan 12 sebagai penyempurnaan. Dan penyempurnaan terakhir terhadap undang-undang perpajakan tersebut dilakukan dengan dikeluarkannya UU No. 16, 17, 18, 19, dan 20 tahun 2000. Penyempurnaan tersebut sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan nasional serta kebijakan pemerintah dalam PJP Tahap II yang antara lain berbunyi “Sistem perpajakan terus disempurnakan, pemungutan pajak diintensifkan dan aparat perpajakan harus makin mampu dan bersih”.
Dasar Hukum
Dasar Hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-undang No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.16 Tahun 2000.
Beberapa Pengertian-Pengertian
Dalam pembahasan Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan akan dijumpai pengertian-pengertian atau istilah-istilah yang sudah baku. Pengertian-pengertian atau istilah-istilah tersebut, antara lain adalah :
1.      Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan  peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
2.      Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dan pensiun persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
3.      Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
4.      Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tidak termasuk Pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang minta untuk dikukuhkan menjadi menjadi Pengusaha Kena Pajak.
5.      Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nommor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
6.      Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.
7.      Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
8.      Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
9.      Pajak Yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
10.  Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11.  Surat Paksa adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. sesuai dengan UU No.19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2000.
12.  Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak  dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pembayaran Pajak (Pasal 9-10 UU KUP)
Kewajiban berikutnya yang harus dipenuhi oleh seorang Wajib Pajak setelah mendaftarkan diri (memperoleh kartu NPWP) dan atau melaporkan kegiatan usahanya (dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak), dan menyampaikan SPT adalah melunasi atau membayar menyetor pajak yang masih harus dibayar sebesar jumlah yang tercantum dalam SPT, baik SPT Masa atau SPT Tahunan. Pelunasan tersebut dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. SSP atau sarana administrasi lain tersebut dianggap sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang diberikan oleh petugas di tempat pembayaran.
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
1. Tempat Pembayaran
a.       Kantor Pos,
b.      Bank Persepsi, yaitu bank baik BUMN/BUMD atau bank swasta yang ditunjuk langsung untuk menerima pembayaran pajak,
c.       Tempat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

2. Jatuh Tempo Pembayaran Pajak
a.       Pembayaran Masa
Sebagai sarana tertib administrasi pembayaran, ditentukan tanggal jatuh tempo pembayaran untuk masing-masing jenis pajak ,yang dapat dijabarkan sebagai berikut (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK/2007 tanggal 28 Desember 2007).
b.      Pembayaran Tahunan
Salah satu perubahan yang cukup signifikan dalam UU KUP 2008 adalah tidak ada lagi tanggal yang pasti mengenai bats waktu pembayaran kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Dalam undang-undang hanya disebutkan bahwa kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tersebut harus dibayar lunas sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Sebelum UU KUP 2008, ditetapkan bahwa setiap tanggal 25 bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir, sebelum SPT disampaikan, adalah batas waktu pembayaran kekurangan pajak.
            Perubahan ini merupakan imbas dari perunahan batas waktu penyampaian SPT Tahuna Pajak Penghasilan yang dibedakan antara Wajib Pajak badan. Dengan demikian, sepanjang belum melewati batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak dapat melunasi kekurangan pembayaran pajak terutang kapanpun.
c.       Surat Tagihan Pajak (SPT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal di terbitkan. Pengecualian dari ketentuan ini dari Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak daerah tertentu (Wajib Pajak Kriteria Tertentu), adalah jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 bulan.

Daftar Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Pajak
Jenis Pajak
Yang Menyetor
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran
PPh Pasal 4 ayat (2) dipungut/dipotong pihak lain
Pemotong/pemungut
Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dibayar sendiri
Wajib Pajak
Tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
PPh Pasal 15 yang dipotong/dipungut pihak lain
Pemotong/pemungut
Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
PPh Pasal 15 yang dibayar sendiri
Wajib Pajak
Tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
PPh Pasal 21
Pemotong/pemungut
Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM impor
Wajib Pajak
Bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk
PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM impor dalam hal Bea Masuk ditunda/dibebaskan
Wajib Pajak
Saat penyelesaian dokumen pemberitahuan impor barang
PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM impor dipungut Ditjen Bea da Cukai
Ditjen Bea dan Cukai
Satu hari setelah dilakukan pemungutan pajak
PPh Pasal 22 dipungut Bendara
Bendahara
Hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
PPh Pasal 22 atas penyerahan BBM, gas, dan pelumas
Produsen
Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
PPh Pasal 22 dipungut wajib pajak badan tertentu
Wajib Pajak badan tertentu
Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26
Pemotong/pemungut
Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
PPh Pasal 25
Wajib Pajak
Tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
PPh Pasal 25 dengan kriteria tertentu
Waib Pajak dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT
Paling lama pada akhir masa pajak berakhir
Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 dengan kriteria tertentu
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT
Paling lama sesuai dengan batas waktu untu masing-masing jenis pajak
PPN atau PPN dan PPnBM
Wajib Pajak
Akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum masa SPT Masa PPN disampaikan
PPN atau PPN dan PPnBM dipungut oleh bendaharawan/instansi pemerintahan yang ditunjuk
Bendahara/instansi pemerintah yang ditunjuk
Tanggal 7 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut selain bendaharawan/instansi pemreintah yang ditunjuk
Pemungut selain bendaharawan/instansi pemerintah yang ditunjuk
Tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

Jika tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur, termasuk hari Sabtu dan hari libur nasional, pembayaran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional tersebut termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar